top of page

Diskusi Spekulasi setelah Penayangan Program Indonesia Raja Medan

Yuk Nonton!!! kembali menggelar penayangan film Program Indonesia Raja 2015 pada Rabu (23/09) di GreenHost Hotel, Yogyakarta. Kali ini yang ditayangkan adalah Program Indonesia Raja Medan, yang berisi empat film yaitu “Boru Lintang” karya Muhammad Abrar; “Harga waktu Ayah” karya Robby Syahputra; “Garis Batas Pilihan Kami” karya Dedek Satria Angga dan “Lega” karya Djeni.


Program yang disusun oleh Programer asal Medan yaitu Muhammad Abrar dari Komunitas RuFI ini dihadiri oleh 28 penonton. Setelah selesai penayangan film, Wahyu Agung dari Yuk Nonton!!! memantik diskusi spekluasi mengenai Program Indonesia Raja Medan.

Diskusi diawali dengan membedah keempat film berdasarkan catatan program yang ditawarkan oleh sang programmer mengenai perkembangan film di Kota Medan. Mazda salah satu penonton berkata “Keempat film tersebut setidaknya mewakili catatan programmer. Film pertama yang memasukan unsur kebudayaan tradisional mengenai adat istiadat dalam sebuah film, kemudian film kedua yang mencoba mengadapatasi novel ke sebuah film, dan film keempat yang menggunakan struktur penceritaan tanpa menggunakan dialog.”


Reza dari Yuk Nonton!!! menambahkan “Film yg mereka buat memang masih ada beberapa kekurangan dari segi teknis dan cerita, tetapi hal lain yang perlu dilihat adalah ketika filmmaker di Medan berani membuat film dari referensi yang mereka punya dan mempertontonkan film-filmnya”. Randi selaku salah satu penonton juga terpancing untuk berpendapat “Dari keempat film dari program ini, yang aku suka adalah semangat mereka untuk membuat film. Dengan referensi yang mereka punya, mereka berani untuk membuat film. Filmnya nggak ribet dan mudah diterima. Hal ini sama dengan filmmaker kota asalku yaitu Jambi yang masih belajar untuk membuat film secara otodidak”.

Diskusi spekulasi terus berjalan hingga mengarah ke konteks dari keempat film tersebut hingga menimbulkan beberapa pertanyaan yang berharap akan ada jawabannya. Pertanyaan awal muncul untuk film “Boru Lintang” tentang adat istiadat yang melarang sesama suku atau marga yang tidak boleh saling menikah. Apakah memang adat istiadat tersebut masih berlaku sampai saat ini? Dan kalau memang ada Medan bagian mana yang menerapkan hukum adat istiadat tersebut?.



Pertanyaan selanjutnya muncul untuk film “Garis Batas Pilihan Kami” tentang maksud orang jawa yang ada didalam film ini apakah menjelaskan bahwa banyak keturunan orang jawa yang tinggal medan atau bagaimana? Sehingga terdapat satu tokoh yang cukup jelas terlihat bahwa dia adalah orang jawa dengan dialek medok yang terkesan memaksa. Selain itu muncul pertanyaan lain mengenai peran kota Medan di pulau Sumatra apakah sama seperti peran kota Jakarta di pulau Jawa yang menjadi tujuan untuk menggapai kesuksesan ekonomi?.


Terakhir diskusi spekulasi ini kembali ditutup dengan pertanyaan mengenai sistem distribusi yang berlangsung di kota Medan yaitu, apakah benar para filmmaker di Medan menyebarkan film-filmnya dengan cara menitipkan DVD film-film mereka di lapak-lapak DVD untuk dijual ke masyarkat luas? Dan apakah ada penayangan film-film pendek atau alternatif yang berlangsung di Medan.


Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page